Infoselebes.com, Palu – Sikap arogan seorang pejabat Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Palu, Abdul Salam, S.Ag, menuai kecaman setelah diduga menghina dan mengusir seorang wartawati yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.
Insiden ini menimpa Ruth Sanaya, jurnalis dari salah satu media lokal di Sulawesi Tengah, saat ia mendampingi seorang pekerja perempuan, Gita Nofebriani—karyawan PT. Surya Tadulako Sejahtera (Martinizing Dry Cleaning)—dalam proses mediasi di Disnaker Palu, Senin (8/4/2025).
Menurut kesaksian Ruth, dirinya menerima perlakuan kasar dari Abdul Salam, yang memakinya dengan sebutan “bodok” (bodoh) dan mengusirnya dari ruangan dengan alasan bahwa “wartawan bukan advokat.” Padahal, Ruth hadir sebagai bentuk pendampingan moral serta bagian dari fungsi kontrol publik terhadap proses mediasi yang telah berlangsung hingga tiga kali tanpa kejelasan.
“Kami datang hanya untuk meminta kepastian soal surat bipartit/tripartit, bukan membuat keributan. Tapi malah diusir dan dihina. Jika pejabat tak paham fungsi pers, bagaimana mungkin Disnaker bisa benar-benar melindungi pekerja?” ujar Ruth usai kejadian.
Tindakan Abdul Salam dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang menjamin hak wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik, termasuk mendampingi masyarakat yang membutuhkan perhatian publik.
Peristiwa ini sontak memicu reaksi keras dari masyarakat sipil, aktivis buruh, dan komunitas jurnalis. Mereka mendesak Wali Kota Palu serta Gubernur Sulawesi Tengah untuk segera mengambil tindakan terhadap dugaan arogansi birokrasi yang mencoreng citra pelayanan publik.
“Pejabat publik harus memahami peran media sebagai kontrol sosial. Ini bukan sekadar penghinaan terhadap wartawati, tapi juga bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers dan upaya perlindungan pekerja,” tegas salah satu perwakilan LSM perempuan di Palu.
Kasus ini pun menjadi perhatian luas, mengingat peran wartawan—terutama wartawati—semakin penting dalam mengangkat suara kelompok rentan seperti buruh perempuan. Tindakan intimidatif terhadap jurnalis tidak hanya mencederai kebebasan pers, tetapi juga merusak upaya penegakan hak-hak pekerja di daerah.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau oleh berbagai pihak. (***)