Notification

×

Iklan


Mengungkap Sisi Lain RS Tombolotutu : Keluarga Pasien Hidup di Pinggir Hutan

Sabtu, 19 April 2025 | April 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-19T07:05:24Z

infoselebes.com, Parigi Moutong – Di tengah denyut pelayanan medis di RS Tombolotutu, terselip kisah sunyi yang menggugah empati. Seorang anak kecil ditemukan tengah duduk di balik semak kecil, tak jauh dari bangunan rumah sakit. Pemandangan itu membuat seorang warga yang tengah menjemur pakaian tergerak untuk mendekat. Ternyata, sang anak tak sendiri. Ia bersama orang tuanya yang sedang memasak dengan peralatan seadanya di tengah semak belukar.

Dari perbincangan singkat yang berlangsung dalam bahasa daerah Lauje, diketahui bahwa mereka bukan orang asing di RS Tombolotutu. Mereka adalah keluarga dari Tn. Bongi  pasien asal Desa Ogoalas, dengan nomor rekam medis 031538, yang telah hampir dua bulan menjalani perawatan di rumah sakit tersebut.

Mereka tinggal di sekitar area RS bukan karena ingin, melainkan karena tak ada pilihan lain. “Kami tak punya uang untuk beli makan di kantin. Tapi kami juga tak mau tinggalkan orang tua kami sendiri,” ungkap sang keluarga dengan lirih.

Saat ditanya mengapa mereka tidak pulang saja ketika sudah kesulitan bertahan, sang keluarga menjawab dengan bijak :

"Jangan dulu minta pulang kalau belum dikasih pulang. Di rumah sakit ini, dokter yang tahu penyakit orang tua kami. Kalau dibawa pulang, paling cuma ditiup atau dilihat-lihat saja, karena di kampung tidak tahu pasti sakitnya."

Penjelasan Pihak RS

Wawancara dilakukan oleh Media Info Selebes pada Sabtu, 19 April 2024 melalui sambungan pesan singkat dengan Direktur RS Tombolotutu, dr. Flora Merlin, M.Kes.

Ia membenarkan bahwa pasien atas nama Tn. Bongi masuk RS pada tanggal 8 Maret dan sudah sempat diizinkan pulang oleh dokter bedah, namun sang istri menolak karena merasa pasien masih mengalami keluhan dan rumah mereka sangat jauh dari fasilitas kesehatan.

Menurut dr. Merlin, pihak RS telah beberapa kali menawarkan fasilitas yang lebih layak bagi keluarga pasien seperti ruang pertemuan di rusun dan teras gedung pemulasaran untuk tempat berteduh, namun kerap ditolak.

“Kebiasaan mereka hidup di alam membuat mereka merasa lebih nyaman di tempat terbuka,” jelasnya.

Meski begitu, dr. Merlin juga menambahkan bahwa pihaknya akan mencoba berkoordinasi dengan OPD terkait agar ada solusi sosial yang lebih manusiawi ke depan.

“Yang publik harus pahami, kami tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, tapi kami juga berupaya mengelola kebutuhan keluarga pasien. Namun kami terbatas dalam mengubah budaya dan kondisi ekonomi mereka,” ujarnya.

Catatan Redaksi

Kisah keluarga Tn. Bongi bukan hanya potret tentang ketabahan, tapi juga cermin dari tantangan sistemik yang masih belum sepenuhnya berpihak pada rakyat kecil. Mereka tidak menuntut banyak, hanya ingin tetap dekat dengan orang yang mereka cintai dalam masa sulit.

Mungkin benar mereka menolak fasilitas yang ditawarkan, tapi bukankah itu juga isyarat bahwa bantuan bukan hanya soal tempat tidur dan atap, melainkan pendekatan yang lebih empatik, akomodatif, dan manusiawi?

Karena bagi keluarga seperti mereka, kesetiaan dan cinta adalah satu-satunya kekayaan yang mereka genggam erat, di tengah segala keterbatasan.


Editor : Sofyan

Screenshot-2025-03-25-143624 Gambar-Whats-App-2025-03-24-pukul-11-50-41-9ee826ec Screenshot-2025-03-25-135243 Dinas Pertanian dan Perkebunan TORABELO Dinas Pertanian dan Perkebunan
Iklan-ADS

close
Banner iklan disini