infoselebes.com, Morowali - Forum Ambunu Bersatu (FORBES) angkat suara soal derita panjang warga di lingkar industri PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) dan BTIIG. Rilis resmi yang dikirim pada Rabu (10/4) menyebutkan bahwa kehadiran perusahaan justru memantik krisis sosial, ekonomi, dan lingkungan yang semakin memburuk di Desa Ambunu dan sekitarnya.
Menurut Koordinator FORBES, Ramadan Annas, ekspansi industri yang masif telah mengubah wajah desa menjadi kawasan penuh konflik dan ketimpangan. “Perusahaan tidak menjalankan proses ganti rugi yang layak dan adil. Petani terpaksa menjual kebun mereka dan berganti profesi. Tanah dirampas, aset desa dikuasai, dan hutan mangrove dibabat habis,” ungkap Ramadan dalam pernyataan tertulisnya.
Tak hanya itu, dampak lingkungan pun mencuat. Reklamasi dan penebangan mangrove memaksa nelayan melaut lebih jauh. Tutupan pertanian kian menyusut. Sungai-sungai tertimbun, banjir makin sering terjadi, sementara limbah PLTU mencemari Sungai Ambunu. Penelitian awal menyebut kandungan kromium heksavalen dalam limbah laut berpotensi menyebabkan kanker.
“Warga sudah terlalu sering jadi korban. Sekarang mereka juga harus menghadapi ancaman kesehatan serius dari udara yang dipenuhi debu smelter dan PLTU,” ujar Ramadan.
Data dari Puskesmas Wosu menunjukkan lonjakan signifikan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA): dari 735 kasus pada 2021 menjadi 1.200 kasus di 2022, dan 1.148 kasus di tahun berikutnya. Di sisi lain, para pekerja lokal yang direkrut pun menghadapi nasib tragis. Upah rendah, tempat tinggal tak layak, hingga pemecatan sepihak karena hubungan keluarga dengan warga penolak pembebasan lahan.
FORBES menilai pengelolaan sumber daya manusia di PT IHIP tidak berpihak pada penduduk lokal. Sebagian besar posisi strategis dikuasai pekerja dari luar daerah. Peluang usaha seperti kontraktor, supplier, hingga jasa angkutan pun diborong pemain luar.
Tak berhenti di situ, FORBES menyoroti ketiadaan transparansi dalam pengelolaan Dana CSR. “Kami minta dibuka ke publik. Jangan ada lagi janji-janji kosong soal listrik murah, air bersih, atau pengelolaan limbah,” tegas Ramadan.
Berikut 9 tuntutan resmi FORBES terhadap BTIIG/PT IHIP:
-
Tanggung jawab penuh atas pencemaran lingkungan, termasuk pengobatan bagi warga terdampak ISPA, kompensasi debu, dan relokasi pemukiman zona merah.
-
Kompensasi atas penggunaan jalan tani Desa Ambunu dan realisasi tukar guling lahan kebun desa.
-
Transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana CSR.
-
Pemberdayaan tenaga kerja dan pengusaha lokal dalam posisi strategis.
-
Penghapusan aturan wajib tinggal di mes karyawan demi mendukung pertumbuhan usaha lokal seperti kos-kosan.
-
Penyelesaian pembayaran lahan dan pajak sesuai kesepakatan jual beli.
-
Realisasi janji penyediaan air bersih, listrik murah, dan sistem pengelolaan limbah.
-
Ganti rugi bagi petani rumput laut yang terdampak reklamasi.
-
Restrukturisasi manajemen HRD dan eksternal perusahaan yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat lokal.
FORBES menegaskan bahwa perjuangan ini bukan soal menolak investasi, tetapi menuntut keadilan dan hak hidup layak bagi masyarakat di lingkar industri. Ramadan menutup pernyataannya dengan satu pesan tegas: “Industri tak boleh berjalan di atas penderitaan warga.”
Editor : Sofyan