Infoselebes.com. Morowali - Warga lingkar Sawit PT Tamaco Graha Krida menolak perpanjangan HGU yang berada di Desa Ungkaya Kabupaten Morowali. Bukan tanpa alasan, mereka menilai pemerintah dan perusahaan tidak melibatkan masyarakat dalam proses perpanjanganan HGU tersebut
" Justru yang dilibatkan hanya Pemerintah Desa dan BPD. Padahal kami masyarakat yang berada di wilayah perusahaan mempunyai hak yang sama," kata Abdul Muis, salah satu warga Ungkaya.
Abdul Muis mengungkapkan HGU PT Tamaco Graha Krida telah habis masa berlakunya sejak desember 2024 kemarin. Saat ini pihak perusahaan mengajukan perpanjangan. Anggota DPRD Morowali pun sempat turun melakukan pengecekan lokasi.
" Namun kami tidak dilibatkan sama sekali. Ini tidak mencerminkan transparansi kepada masyarakat," ungkap Abdul Muis.
Sementara itu, Perkumpulan Penegakkan HAM dan Advokasi Tambang (PEKHAT) menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan bahwa mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen total luas areal kebun yang diusahakan.
" Sehingga dalam proses penerbitan atau perpanjangan HGU tentunya harus melibatkan masyarakat, terutama yang berada dilingkar sawit," kata Koordinator PEKHAT, Rusli Dg Mapille.
Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, Noval A Saputra menambahkan,seyogyanya pihak ATR/BPN, PT Tamaco Graha Krida, Pemda Morowali dan Pemdes Ungkaya mengajak masyarakat setempat untuk bermusyawarah demi tercapainya konsensus sosial.
Sehingga, sambung Noval bisa terwujud redistribusi tanah kepada masyarakat penerima manfaat, sebagaimana tujuan reforma agraria dengan penataan kembali pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria untuk kepentingan masyarakat.
" Demi menolong masyarakat kecil, mewujudkan keadilan, dan mengurangi ketidakmerataan. Tentu dengan peraturan perundang-undangan agraria dan pertanahan sebagai dasarnya yakni UU no 5/1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Presiden no 62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria dan Peraturan Menteri ATR/BPN no 21/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan," tutup Noval.