Infoselebes.com. Bangkep - Praktek Ilegal Fishing masih marak terjadi di Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Praktek ini kerap ditemukan dibeberapa wilayah misalnya di Desa Kalumbatan.
Nelayan di Desa Kalumbatan, Kecamatan Totikum Selatan, mengeluhkan penurunan jumlah produksi tangkapan sejak 5 tahun terakhir.
Hal ini juga sejalan dengan pernyataan pengurus Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) saat melakukan pendampingan nelayan di wilayah tersebut.
Menurunnya hasil tangkapan ini diduga akibat kerusakan lingkungan oleh aktivitas illegal fishing, terutama kerusakan terumbu karang di wilayah Desa Kalumbatan dan sekitarnya.
Maraknya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan kompresor tambal ban untuk menyelam, penangkapan ikan dengan racun/bius, penangkapan ikan dengan bahan peledak (bom ikan), aktivitas mencari kerang abalone (mata tujuh) dengan mencongkel karang, dan beberapa aktivitas merusak lainnya.
" Bahkan kami harus melakukan penangkapan ikan pada area yang cukup jauh dengan perjalanan 2 sampai 3 jam," kata salah satu nelayan setempat.
Kabupaten Banggai Kepulauan 75% adalah laut. Kawasan laut Banggai Kepulauan terdapat Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), namun kondisi perikanan sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, rumah ikan berupa kawasan terumbu karang sudah banyak yang hancur (karena bom ikan, pembiusan, dan faktor lain-lain),
Salah satu warga, Ihwan dari Desa Kolak Kecamatan Peling Tengah mengungkapkan juga bahwa pengeboman masih sering terjadi di perairan Desanya. Pemerintah desa harus yang sadar terlebih dahulu. Pemdes juga membiarkan adanya pihak yang mengambil pasir di pinggir Pantai.
" Kita juga tahu, mangrove dan karang sebagai tempat ikan bertelur, kita harus membuatkan aturan desa untuk menjaganya,” harap Ihwan
Sementara itu, tidak hanya ilegal fishing tapi rencana eksploitasi tambang batu gamping (batu kapur) di Pulau Peling (nama lain dari Banggai Kepulauan) mengancam ekosistem laut.
Padahal pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sistem ekologinya secara berkelanjutan.
Menurut KLHK, Kabupaten Banggai Kepulauan sebanyak 85 persen daratannya berupa Karst. Luas Pulau Peling 2.448,79 kilometer persegi. Sebanyak 97 persen dari luas kawasan karst itu berfungsi lindung. Indikator fungsi lindung antara lain kawasan karst menjadi habitat fauna dan flora endemik dan sebagai pengaturan air (hidrologi).
Hal itu diperkuat dengan Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst nomor 16 tahun 2019.
Semangat dari Perda tersebut tidak lain untuk mencegah kerusakan guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Karna kawasan bentangan alam karst memiliki komponen geologi yang unik, keanekaragaman hayati, habitat flora dan fauna
Namun disisi lain sekitar kurang lebih 30 Perusahaan berencana melakukan aktifitas pertambangan di Pulau Peling. Dengan permohonan ingin menerbitkan rekomendasi kesesuaian tata ruang, untuk rencana kegiatan pertambangan batu gamping.
Warga lingkar tambang pun menilai hadirnya tambang akan berdampak pada ruang hidup mereka, misalnya pencemaran lingkungan, hilangnya tanah adat, tercemarnya laut. Apalagi wilayah tambang sangat berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran mereka.
Samsir