infoselebes.com, Palu – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah mengambil langkah inovatif dengan menghentikan penuntutan terhadap empat perkara pidana melalui pendekatan restorative justice. Keputusan ini diumumkan dalam ekspose yang dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Kejati Sulteng, Zullikar Tanjung, S.H., M.H., didampingi Aspidum Kejati Sulteng, Fithrah, S.H., M.H., serta jajaran terkait.
Ekspose tersebut berlangsung secara virtual Pada Senin (18/11/2024) bersama JAMPIDUM Kejaksaan Agung RI dan dihadiri pejabat penting dari bidang pidana umum. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat, dengan tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Rincian Perkara yang Dihentikan
1. Perkara Kejari Banggai Laut
Kasus 1
Tersangka: Faisal alias Isal
Korban: Rosna Sunsungo
Pasal: 351 Ayat (1) KUHP
Kasus Posisi: Dalam pengaruh minuman keras, tersangka mengamuk hingga melukai korban menggunakan sekop. Melalui mediasi, tersangka menyampaikan penyesalan mendalam dan permintaan maaf yang diterima oleh korban.Kasus 2
Tersangka: Yopri Y. Labas alias Opi
Korban: Leli Perlita Paena
Pasal: 80 Ayat (1) jo Pasal 76C UU RI No. 35 Tahun 2014 atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP
Kasus Posisi: Dalam kondisi mabuk, tersangka melakukan penganiayaan. Setelah mediasi intensif, kedua belah pihak mencapai kesepakatan damai, dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
2. Perkara Cabang Kejari Parigi Moutong di Tinombo
- Tersangka: Abd. Razak alias Papa Lia
Korban: Romadin alias Romo
Pasal: 351 Ayat (1) KUHP
Kasus Posisi: Perkelahian akibat adu mulut berujung pada penganiayaan. Mediasi berhasil mendamaikan kedua pihak, dan tersangka menyatakan penyesalan.
3. Perkara Kejari Parigi Moutong
- Tersangka: Mohammad Anggrian alias Anggi
Korban: Umaya Al Hadar
Pasal: 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP
Kasus Posisi: Kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat tekanan ekonomi. Mediasi menghasilkan perdamaian, dan keduanya sepakat memperbaiki hubungan keluarga.
Restorative Justice: Harmoni Sosial di Atas Segalanya
Wakil Kepala Kejati Sulteng, Zullikar Tanjung, menegaskan bahwa pendekatan keadilan restoratif memberikan kesempatan kedua bagi pelaku yang benar-benar menyesali perbuatannya. Langkah ini tidak hanya menyelesaikan perkara secara hukum, tetapi juga memulihkan hubungan antarindividu dan menjaga harmoni masyarakat.
“Prinsip restorative justice adalah wujud komitmen kami untuk mengutamakan keadilan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan para pihak,” ujar Zullikar.
Keputusan ini diharapkan menjadi model penyelesaian perkara pidana yang tidak hanya berorientasi pada hukuman, tetapi juga menciptakan rekonsiliasi dan keharmonisan sosial.