Infoselebes.com. Banggai - Kerjasama perkebunan kelapa sawit dengan sistem plasma seharusnya membawa keuntungan besar bagi masyarakat. Namun faktanya perjanjian tersebut dinilai masih sering merugikan para petani.
Misalnya yang terjadi di Kecamatan Toili Barat, pola kemitraan antara Kelompok Petani Plasma dengan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) dikeluhkan oleh puluhan Petani Plasma.
Pasalnya, surat perjanjian kerjasama tidak pernah diperlihatkan kepada para petani. Padahal ditahun 1998 sebelum penanaman dilakukan, sertifikat dikumpulkan oleh pihak perusahaan.
Selanjutnya, dari rentang waktu tahun 1998 barulah di tahun 2008 dikonversi kepada pemilik lahan untuk dikelola. Dan mirisnya lagi, sertifikat para petani sebagian belum dikembalikan oleh perusahaan.
" Sebelum sawit, kami para petani menanam pisang, ubi, mangga, kelapa," ungkap petani. (30/10/24)
Dilansir dari Transsulawesi.co. pernyataan Direksi PT KLS Sulianti Murad saat melakukan sosialisi yang diduga dilakukan bersama petani sawit. Sangat mengejutkan.
Sulianti dengan tegas mengatakan bahwa petani sawit tidak boleh menjual hasil sawitnya ke tempat lain. Sulianti juga mengatakan bahwa akan menindak tegas jika ada perbuatan-perbuatan yang petani sawit lakukan.
“Saya ingin menyampaikan, saya sebagai Direksi PT. Kurnia Luwuk Sejati Luwuk menyampaikan kepada seluruh petani atau mitra plasma PT.KLS tidak dibenarkan menjual tandan buah segar (TBS) sawit ditempat lain selain PT. KLS,” ujar Sulianti dalam penyampaiannya.
Mengejutkan para Petani atau mitra yang tanamannya sudah lunas hasilnya tidak bisa dijual ditempat lain. Dengan alasan perjanjian kerja walaupun sudah lunas dikarenakan masih dalam proses satu siklus.
“Tanaman itu mau berumur 50 sampe 100 tahun, selama tanaman itu masih ditanam PT.KLS maka bapak-bapak wajib menjual di PT.KLS,” ungkapnya.
Sulianti juga mengatakan apabila ada penjualan TBS Sait ditempat lain maka pihaknya akan menindak tegas petani sawit.
“Jadi apabila ada indikasi dan ada penjualan TBS Sawit di pabrik selain PT.KLS maka itu melanggar hukum dan kami akan tindak tegas perbuatan-perbuatan tersebut,” ujarnya.
Noval A Saputra Aktivis Agraria yang juga Wakil Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) mengatakan, PT KLS termasuk perkebunan sawit yang cukup lama dan besar diwilayah Kabupaten Banggai. Namun sejarah panjang catatan konflik agraria antara petani dengan perusahaan tersebut tidak pernah ada habisnya.
Kasus di Kecamatan Toili Barat yang menimpa petani plasma, sambung Noval, secara faktual adalah kemitraan yang sudah lunas kreditnya. Dan ini merupakan ranah perikatan atau ranah perdata, maka tidak ada dasar untuk dipaksakan masuk ke ranah pidana.
Apalagi dibeberapa kejadian dilakukan penghalangan unit truk bermuatan sawit milik petani plasma yang melibatkan aparat. Dan petani atau ketua kelompok petani plasma tidak pernah diperlihatkan surat perjanjian kerjasama.
" Disinilah pentingnya Negara (Pemerintah) hadir dalam mengelola sumber daya alam. Negara harus berada di tengah-tengah dan berpihak kepada rakyat,” tutup Noval.