Infoselebes.com, Palu - Tangguh Bencana Likuifaksi’ diangkat menjadi tema dalam Sosialisasi Refleksi Enam Tahun Bencana Likuifaksi Pasigala yang diprakarsai Badan Geologi Kementerian ESDM di hotel Swissbell, Kamis (19/9/2024).
Sesuai temanya, kegiatan ini sangat disambut baik Pemerintah Provinsi Sulteng guna meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan menghadapi bencana likuifaksi dengan langkah-langkah mitigatif.
Fenomena likuifaksi atau disebut ‘tanah bergerak sendiri’ terjadi di dua kelurahan padat penduduk yakni Balaroa dan Petobo seusai Kota Palu diguncang gempa bumi dahsyat magnitude 7,4 SR tanggal 28 September 2018. Selain di Palu, likuifaksi juga menimpa Desa Sibalaya dan Jono Oge di Kabupaten Sigi.
Jumlah korban meninggal dunia akibat bencana 28 September 2018 mencapai lebih dari 4845 orang. Ditambah lagi lebih dari 110 ribu rumah dinyatakan rusak dan bahkan hilang, serta total kerugian diperhitungkan lebih dari 24 Triliun Rupiah.
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura lewat Asisten Perekonomian dan Pembangunan Dr. Rudi Dewanto, S.E., M.M berharap peristiwa bencana 2018 dijadikan pelajaran berharga agar lebih waspada terhadap beberapa wilayah rentan likuifaksi di Sulteng yang telah terpetakan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM.
Ia berharap lewat informasi dan edukasi badan geologi dapat menjadi petunjuk untuk mengurangi dampak destruktif dan fatalitas akibat likuifaksi.
“Informasi kerentanan penting bagi pemerintah dan masyarakat yang hidup di bawah sesar yang melintang di kota besar seperti Palu yang dipadati penduduk,” ungkap asisten tentang pentingnya sosialisasi.
Dengan terselenggaranya sosialisasi, asisten optimis bahwa Sulteng ke depan akan semakin kuat dan tangguh bencana.
“Kita memiliki kesiapsiagaan dan kewaspadaan untuk menghadapi amukan bencana yang tidak bisa diketahui dengan pasti waktu kedatangannya,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Badan Geologi Dr. Ir. Muhamad Wafid, M.Sc dalam sesi wawancara bersama media, berharap masyarakat semakin peka untuk mengetahui dengan persis seperti apa kah potensi gempa dan likuifkasi di lokasi tempat tinggalnya.
Termasuk bagi pemerintah daerah untuk menguasai peta kerawanan bencana likuifaksi di wilayahnya, bersumber dari hasil pedoman pemetaan kerentanan likuifaksi skala 1 : 50.000 yang ikut di-launching dalam sosialisasi.
“Pemimpin harus mengetahui betul kondisi kebencanaan di daerahnya untuk mengurangi kerusakan dan korban jiwa,” harapnya.
Seusai melaksanakan sosialisasi, peserta lalu mengikuti kegiatan field trip ke lokasi likuifaksi Balaroa dan melakukan doa bersama serta tabur bunga di lokasi kejadian yang sudah rata dengan tanah. (**)
Sumber : Adpim Setdaprov Sulteng