Infoselebes.com, Palu - Dugaan pemotongan gaji guru-guru dan kepala sekolah ASN di Pemerintah Kota (Pemkot) Palu mengemuka setelah sejumlah guru mengeluhkan pengurangan gaji mereka. Pemotongan ini diklaim untuk infak/zakat mal sebesar 2,5 persen dari gaji, dengan rincian berbeda untuk tiap golongan: golongan I Rp 10.000 per bulan, golongan II Rp 25.000 per bulan, golongan III Rp 50.000 per bulan, dan golongan IV Rp 75.000 per bulan. Kasus ini melibatkan bendahara gaji Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu.
Menurut Sumarlin (40), nama samaran, ia menemukan selisih antara gaji yang diterima dan yang seharusnya diterima berdasarkan peraturan pemerintah. "Kami tidak mengetahui adanya pemotongan ini. Istri saya bertanya mengapa ada potongan, dan saya tidak bisa menjawab karena tidak ada informasi tentang itu," ungkapnya. Keluhan serupa juga disampaikan oleh beberapa guru dan kepala sekolah yang baru mengetahui adanya pemotongan ini setelah mengecek rincian gaji mereka.
Salah seorang kepala sekolah menambahkan, "Kami tidak keberatan jika disampaikan dan diinformasikan terlebih dahulu. Kami sudah memiliki pos infak/sedekah setiap bulannya untuk keluarga dhuafa dan orang sekitar."
Bendahara gaji Disdikbud Palu, Indrawan, membenarkan pemotongan tersebut. "Pemotongan ini berdasarkan surat edaran Wali Kota Palu nomor: 100.2.4.3/1349/Kesra/2023 tertanggal 6 Maret 2023, yang telah disosialisasikan sebelumnya," ujarnya.
Kepala Disdikbud Palu, Hardi S.Pd, M.Pd, menjelaskan bahwa infak/zakat ini bertujuan membantu anak-anak kurang mampu. "Ini sesuai surat edaran Wali Kota dan telah disosialisasikan kepada para ASN di satuan pendidikan," tambahnya.
Namun, pihak hukum di Provinsi Sulawesi Tengah mengingatkan pentingnya sosialisasi agar tidak terkesan sebagai pungutan liar. "Pemotongan gaji ASN hanya sah dilakukan dengan dasar hukum yang jelas. Jika tanpa persetujuan ASN, mereka berhak mengajukan keberatan," jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa zakat adalah kewajiban umat Muslim, namun pemotongannya harus berdasarkan kerelaan. "Saya harap pemotongan ini memiliki dasar hukum yang kuat agar tidak menimbulkan polemik," katanya.
Seorang ASN juga menyuarakan kebingungannya mengenai aturan pembayaran zakat. "Zakat 2,5 persen harus diperjelas, apakah dari penghasilan kotor atau bersih. ASN harus diberikan pilihan untuk berinfak jika tidak memenuhi syarat zakat profesi."
Dalam prinsipnya, ia setuju bahwa umat Muslim harus membayar zakat, namun dengan cara yang ikhlas dari kedua belah pihak.
Kekhawatiran muncul jika gaji ASN tidak mencukupi untuk zakat, maka mereka harus diberikan pilihan untuk berinfak tanpa diwajibkan pemotongan langsung oleh bendahara. "ASN yang tidak bisa memenuhi zakat profesi bisa memilih berinfak sebesar Rp 30.000, dan hasilnya akan disalurkan ke BAZNAS," tutupnya.
Berita ini menunjukkan pentingnya transparansi dan komunikasi yang baik dalam pelaksanaan kebijakan pemotongan gaji untuk tujuan sosial agar tidak menimbulkan kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan ASN.
(**)