Notification

×

Iklan

Iklan


Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Hentikan Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Selasa, 02 Juli 2024 | Juli 02, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-02T07:14:56Z

infoselebes.com, Palu- Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Bambang Hariyanto, bersama Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Yudi Triadi, S.H., M.H., memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Acara tersebut dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Palu dan Kejaksaan Negeri Donggala dan berlangsung di Ruang Vicon Lantai 3, Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Pada Selasa, (2/7/ 2024).

Ekspose dilakukan secara virtual dengan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Pada Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H. Turut hadir di Ruang Vicon Kejati Sulteng, Aspidum Kejati Sulteng Fithrah, S.H., M.H., Koordinator Pada Kejati Sulteng Mahmudin, S.H., M.H., Kasi Oharda Agus, S.H., M.H., para staf pada Pidum Kejati Sulteng, serta Kasi Penkum Kejati Sulteng Laode Abd. Sofian, S.H., M.H.

Berkas perkara yang diajukan penghentian penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif dari Kejari Palu meliputi tiga perkara:
1. Abdillah Nasir Al Amri melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP.
2. Mohammad Fahrul Amir Alias Ojo melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
3. Faozan Alias Ozan melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT.

Dari Kejari Donggala, terdapat satu perkara:
1. Mohammad Suhud melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU RI No. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ.

Alasan Penghentian Penuntutan

Perkara Abdillah Nasir Al Amri:
1. Saksi korban, Nargis Al Amri, telah memaafkan tersangka karena mereka adalah saudara kandung.
2. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
3. Tindak pidana diancam dengan pidana penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp. 900,-.
4. Nilai kerugian tidak lebih dari Rp. 4.700.000,-.
5. Tersangka mengambil TV untuk kebutuhan sehari-hari.
6. Kesepakatan damai tercapai pada 20 Juni 2024.
7. Masyarakat merespon positif.

Perkara Mohammad Fahrul Amir Alias Ojo:
1. Saksi korban, Abdul Waris, telah memaafkan tersangka.
2. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
3. Tindak pidana diancam dengan pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak Rp. 4.500,-.
4. Kesepakatan damai tercapai pada 20 Juni 2024.
5. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga.
6. Tersangka dan korban tinggal berdekatan.
7. Masyarakat merespon positif.

Perkara Faozan Alias Ozan:
1. Saksi korban, Fina Oktaviani, telah memaafkan tersangka yang merupakan suaminya.
2. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
3. Tindak pidana diancam dengan pidana penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,-.
4. Tersangka dan korban memiliki anak kecil.
5. Kesepakatan damai tercapai pada 20 Juni 2024.
6. Masyarakat merespon positif.

Perkara Mohammad Suhud:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
2. Keluarga korban, Darawiah, telah memaafkan tersangka tanpa syarat.
3. Kesepakatan damai tercapai pada 22 Desember 2023.
4. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga.
5. Tersangka berkelakuan baik di lingkungan tempat tinggal.
6. Tersangka telah memberikan bantuan kepada keluarga korban.
7. Masyarakat merespon positif.

Keputusan JAMPIDUM

Semua persyaratan berdasarkan keadilan restoratif telah terpenuhi sesuai dengan Perja Pasal 5 Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Oleh karena itu, JAMPIDUM menyetujui penghentian penuntutan kedua perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif.

**
GUBERNUR
Iklan-ADS

close
Banner iklan disini