Infoselebes.com, Batui - Puluhan petani di Batui yang memiliki lahan sendiri telah mengalami pemiskinan yang tiada henti dalam satu dekade terakhir akibat praktik buruk PT Sawindo. Tanah mereka, yang tadinya menjadi jantung ekonomi warga, disulap menjadi kebun sawit tanpa persetujuan pemiliknya. Sejak PT Sawindo, anak usaha Kencana Agri Group, beroperasi di Batui, konflik lahan terus terjadi hingga saat ini.
"PT Sawindo harus segera diaudit dan diberi sanksi tegas oleh pemerintah. Rentetan penyerobotan lahan tanpa izin, kriminalisasi petani yang memperjuangkan haknya, serta kegagalan merealisasikan lahan plasma adalah bukti praktik buruk mereka di Sulteng. Bayangkan, 10 tahun mereka tanami tanah warga tanpa tanggung jawab," tegas Aulia Hakim, tokoh masyarakat Batui dan pengamat sawit.
Terdapat 42 hektar lahan petani yang ditanami sawit oleh PT Sawindo tanpa tanggung jawab, tersebar di wilayah Lobo, dusun 1, desa Ondo-ondolu 1 dengan luasan 36 hektar dan di wilayah Toni, kelurahan Lamo 6 hektar. Berdasarkan Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat dan data kebun PT Sawindo, lahan-lahan tersebut adalah milik warga yang ditanami sawit oleh perusahaan.
"Tanah saya dan anggota kelompok sudah 10 tahun ditanami sawit oleh PT Sawindo, tapi kami tidak mendapat apa-apa. Janji untuk merealisasikan lahan plasma sampai sekarang tidak ada. Terakhir dijanjikan SPK/SPHU sejak 2023, namun tidak ada realisasinya. Kami merasa disiksa secara pasif oleh perusahaan," ujar Sukrin, ketua kelompok tani Mohinggat Batui.
Sepak Terjang Kejahatan PT Sawindo Cemerlang (Kencana Agri Group)
Sejak 2009/2010, PT Sawindo Cemerlang telah menggusur lahan petani secara paksa. Pada 2017, petani dipaksa menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) dan Surat Pengakuan Hutang (SPHu), namun petani menolak karena sistem yang merugikan. Perusahaan bahkan melaporkan petani yang melakukan aktivitas di lahannya ke Polsek Batui untuk memaksa mereka menandatangani SPK/SPHu.
Dari 2015/2016, yang seharusnya menjadi masa konversi plasma mitra petani, hasil panen tandan buah segar sawit tidak dibagikan sesuai ketentuan. Hingga 2020, petani hanya mendapat hasil panen beberapa kali, dengan beberapa bahkan tidak mendapat apa-apa. Upaya diplomasi dari mengirim surat, mediasi oleh Camat Batui, hingga somasi hukum tidak membuahkan hasil. Sebaliknya, petani yang menduduki lahannya dipolisikan dengan tuduhan mencuri buah sawit.
Tiga tahun terakhir, PT Sawindo telah mengkriminalisasi dan memenjarakan dua petani asal Batui dengan tuduhan mencuri buah sawit di atas tanah mereka sendiri.
Janji Plasma dengan Pola Tipu-tipu
PT Sawindo mengklaim telah melibatkan 609 petani Batui dalam program sawit rakyat, namun tidak menjelaskan secara rinci luas lahan plasma yang sudah dipenuhi sesuai Permentan No.98 Tahun 2013. Pemerintah daerah juga dinilai kurang maksimal dalam melakukan pengawasan, seperti yang terungkap dalam audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) 2019 yang menyatakan Kementerian KLHK dan Pertanian tidak memiliki sistem yang cukup baik untuk mengawasi kepatuhan penyediaan plasma oleh perusahaan sawit.
"Grup modal sawit di Sulteng seperti Kencana Agri tidak boleh dibiarkan terus menerus. Bupati Banggai dan Gubernur Sulteng harus segera memberi sanksi kepada PT Sawindo," tegas Aulia Hakim.
Reporter : Samsir
Editor : Sofyan