Notification

×

Iklan

Iklan


Tambang Di Pulau Peling Jadi Surga Oligarki

Rabu, 27 Maret 2024 | Maret 27, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-28T03:32:07Z
ilustrasi Pertambangan batu gamping

Infoselebes.com. Bangkep
- “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” —Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Gemah Ripah loh jinawi merupakan semboyan yang menggambarkan betapa kaya rayanya Indonesia akan sumber daya alam, dimana kekayaan alam tersebut akan membawa kemakmuran, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian bagi masyarakat seutuhnya.

Mengutip dari Alumnus Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Andalas, Dea Tri Afrida bahwa kekayaan alam tersebut kemudian ada yang diolah dalam bentuk pertambangan. Ironisnya, hasil tambang yang melimpah nyatanya tidak serta merta membuat masyarakat menjadi makmur dan sejahtera. 

Carut marut tata kelola pertambangan hingga kebijakan nasional pertambangan yang tidak sesuai mandat konstitusi menyebabkan kemakmuran dan kesejahteraan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang. 

Untung bagi pengusaha tambang buntung bagi masyarakat, hal itu juga telah mengakibatkan lebih dari 11 juta hektar ruang hidup dan wilayah kelola rakyat dijarah oleh investasi pertambangan, pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil juga mengakibatkan lebih dari 35 ribu keluarga nelayan terdampak dan terancam ruang hidupnya, dan mengakibatkan wilayah perairan di 3.197 tercemar oleh limbah pertambangan (WALHI, 2022).

Laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada semester pertama 2020 menyebutkan bahwa kerugian negara akibat korupsi kekayaan alam mencapai hampir Rp30,5 miliar, dimana kerugian tersebut hanya berasal dari lima kasus korupsi, yaitu masing-masing dua di sektor tambang dan energi, dan satu di sektor kehutanan (Pusat Edukasi Antikorupsi, 2023). 

Kondisi ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ferdian Yazid yang menyatakan bahwa, korupsi akan cenderung tumbuh subur di negara yang memberikan perlindungan bisnis bagi perusahaan nasional terhadap kompetisi asing dalam berbagai bentuk, termasuk melalui kebijakan yang menghambat aktivitas perdagangan (Ferdian Yazid, 2021).

Pasal-pasal bermasalah tersebut sebagai produk dari praktik state capture corruption memiliki dampak sistemik terhadap kemiskinan, kehancuran lingkungan hidup, pelanggaran HAM, rubuhnya sistem sosial budaya masyarakat, dan dampak lainnya dalam kehidupan sosial ekologi masyarakat. Transparansi yang terang benderang dan pengawasan, serta partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam proses pembuatan kebijakan sangat penting untuk mencegah terjadinya manipulasi kebijakan yang merugikan negara dan masyarakat seluruhnya. 

Indonesia dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya akan menjadi tanah surga bagi oligarki, namun menjadi neraka bagi masyarakat masa kini dan generasi yang akan datang, sebab harus hidup berdampingan dengan bencana ekologis akibat eksploitasi pertambangan yang dilegalkan oleh kebijakan.

Masifnya investasi penambangan batuan gamping yang rencana dilakukan di Pulau Peleng, akan membawa malapetaka bagi kehidupan masyarakat sekitar, sebab model penambangan yang  dilakukan untuk menghancurkan batuan karst tersebut dan akan mengambil kapurnya dengan menggunakan bahan peledak (dinamit), selain itu juga pembukaan lahan skala luas serta aktivitas kendaraan pengangkut dan sedimentasi yang akan jatuh ke laut.

Walhi Sulteng melihat, pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi kedepan di Pulau Peleng, terutama menghentikan seluruh proses permohonan izin pertambangan batuan gamping dan mencabut seluruh izin – izin yang sedang esisting baik statusnya WIUP dan IUP, jika tidak maka pemerintah daerah menjadi aktor utama yang menciptakan bom waktu bagi kehidupan di Pulau Peleng pada masa yang akan datang.
 
Samsir
GUBERNUR
Iklan-ADS

close
Banner iklan disini