Infoselebes.com. Bangkep - Masyarakat dari sejumlah desa yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Karst Banggai Kepulauan rencananya akan menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana aktivitas pertambangan batu gamping di beberapa wilayah pulau peling.
Menurut Koalisi tersebut, sekitar 30 perusahaan ketika beroperasi melakukan penambangan, bukan tidak mungkin akan berdampak pada lingkungan. Mirisnya lagi, lokasi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) sangat berdekatan dengan areal pemukiman. Hal ini tentunya mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup warga sekitar.
Pertambangan batu gamping ini juga dinilai tidak sejalan dengan penetapan daratan Bangkep sebagai satu dari empat Kawasan Ekosistem Esensial Karst Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Berdasarkan data KLHK. Wilayah Bangkep merupakan daerah yang memiliki 85 persen karst. Karst merupakan batuan kapur yang berfungsi sebagai daerah resapan dan sumber air.
Apalagi penetapan Banggai Kepulauan sebagai Ekosistem Esensial Karst telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst pada tahun 2019.
“Keberadaan Perda ini seharusnya jadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Bangkep untuk tidak mengizinkan perusahaan tambang beroperasi di wilayah adat,” kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bangkep, Jemianto Maliko.(8/2/23).
Bahkan dalam sidang paripurna, lembaga DPRD Bangkep secara resmi akan mengeluarkan pernyataan tertulis menolak eksploitasi batu gamping. Masalah pertambangan ini dibahas dalam laporan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) atas hasil pembahasan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2042.
Dimana dalam dokumen Ranperda awal yang diajukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bangkep terdapat poin atau pasal yang dianggap memberi lampu hijau terhadap masuknya investasi pertambangan.
Hal itu dinilai berbahaya, mengingat hampir 100 persen dari total luas daratan Bangkep adalah lapisan karst atau batu gamping. Sehingga menimbulkan berbagai kekhawatiran atas dampaknya yang bisa mengancam kelangsungan hidup masyarakat. Setelah mencermati, mengevaluasi dan mengkaji ulang, Bapemperda DPRD akhirnya memutuskan mengoreksi sejumlah pasal dan poin Ranperda RTRW.
Samsir