Infoselebes.com. Banggai - Rencana kehadiran perusahaan tambang batu gamping di Kecamatan Masama, Lamala, Mantho dan Luwuk Timur Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, mendapat penolakan keras dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Masama (Gempa).
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Lapangan (Korlap) Gempa Ismail Anggio, kepada media ini pada (2/2/2024)
" Kami para pemuda berkomitmen untuk menolak tambang batu gamping. Biarkanlah kampung kami tetap indah dengan hasil alamnya," katanya.
Mereka menilai beroperasinya tambang dapat merusak lingkungan, pertanian yang menjadi sumber ekonomi warga, sekaligus tanah leluhur mereka yang mempunyai nilai historis, budaya dan kearifan lokal.
” Adanya tambang hanya akan menguntungkan sebagan kecil orang saja” ucap Ismail.
Selain itu kelompok-kelompok peduli lingkungan terus bersolidaritas menyuarakan penolakan tambang batu gamping, misalnya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng Yusman mengatakan, model kerja penambangan batu gamping ini tidak ramah lingkungan.
Karna kata Yusman, dibeberapa daerah yang terdapat tambang batu gamping polusi udara karna debu sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Belum lagi pengupasan, pemboman, akan berdampak pada kerusakan lahan dan turunnya potensi air tanah.
" Apalagi diketahui bahwa wilayah yang akan ditambang itu terdapat persawahan yang cukup luas sebagai mata pencaharian warga setempat," tegasnya penuh kekhawatiran.
Sementara itu Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng Moh Taufik memperkirakan, sekitar 70 persen kerusakan lingkungan Indonesia karena operasi pertambangan.
Apalagi misalnya, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) terbit ditengah-tengah perkampungan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Lamala dan Mantho Kabupaten Banggai dengan luasan 2.340.00 Ha. Tentunya ini akan berdampak bagi kelangsungan hidup warga.
" Investasi tambang kerap masuk tanpa sosialisasi terlebih dahulu. Mirisnya lagi warga dibuat kaget ketika lahannya telah masuk dalam wilayah konsesi pertambangan," ucap Taufik.
Selanjutnya, Ketua Pengurus Daerah (PD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tompotika, Fainal Djibran pun menyuarakan penolakannya untuk melindungi wilayah adat dari ancaman kerusakan alam akibat pertambangan, karena imbasnya akan merugikan kelestarian alam pengunungan yang masih alami.
" Negara (Pemerintah) boleh saja memberikan karpet merah kepada investasi pertambangan yang notabenenya mengusai tanah. Tapi masyarakat adat juga tetap dilindungi Undang-Undang (UU) terkait dengan hak asal usul, dan tradisi kearifan lokal dalam melindungi dan menjaga hutan," ungkapnya.
Diketahui, perusahaan tambang batu gamping yang akan beroperasi diwilayah itu antara lain, PT. Moramo Gamping Makmur, lokasi tambang Kecamatan Lamala dan Mantho dengan luasan 2.340.00 Ha, PT. Empros Dharma Jaya, lokasi tambang Kecamatan Masama Desa Ranga-ranga 92,55 Ha, PT. Mineral Inti Selaras di Desa Ranga-ranga dan Bantayan 77,25 Ha. PT. Giadaya Kapoer Abadi Desa Bantayan dan Ranga-ranga 99.00 Ha dan PT. Patriot Karya Nusantara Desa Ranga-ranga luasan 97.00 Ha.
Samsir