Notification

×

Iklan

Iklan


Menjaga Tradisi dan Budaya Masyarakat Adat Taa Wana Di Desa Salubiro Morut

Minggu, 12 November 2023 | November 12, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-11-13T06:28:22Z
Foto : saat pertemuan masyarakat adat taa wana

Infoselebes.com. Morut
- Dengan menempuh jarak sekitar 2 jam dari Desa Lemo Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara. Di Gunung Bente Bae (Benteng Besar) bekas penjajahan belanda kala itu. Terdapat Desa Salubiro yang dihuni oleh Suku Taa Wana.

Di ketinggian 550 MDPL, untuk sampai di Desa Salubiro perlu tenaga extra karna jalanan yang dilewati begitu ekstrem, penuh batu cadas dan melewati sekitar 20 sungai kecil dan besar. Bahkan kendaraan roda empat (mobil) tak mampu tembus di Desa tersebut, hanya kendaraan roda dua (motor).

Kepala Desa Salubiro Sofyan Pandjo mengatakan, Desa yang dipimpinnya terdapat 8 Dusun dengan jumlah jiwa 1.400. Selain itu ada pembinaan suku terasing dibawah 5 Yayasan Kristen dan 2 Yayasan Muslim.

Corak produksi Masyarakat Suku Taa Wana yang berada di Desa Salubiro yaitu berkebun padi ladang, coklat, damar dan nilam. Sektor inilah yang menjadi aktifitas keseharian mereka dalam pemenuhan hidupnya.
Foto : jalan ke Desa Salubiro Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morut


Kata Kades Salubiro Sofyan Pandjo, untuk tradisi dan budaya masih mereka jaga kelestariannya sampai saat ini. 

Misalnya tradisi panen raya atau biasa disebut PRA yang dilaksanakan setahun sekali. Prosesnya yaitu potong ayam atau potong babi, kemudian darahnya disemburkan ke-lumbung padi sebagai bentuk rasa syukur.

Kemudian tradisi NIA atau pengobatan dalam bentuk ritual Momago, sebelum dilaksanakan ada makan bersama. Kemudian gong dan gendang dimainkan dengan diiringi sambil menari-nari.

Tradisi orang meninggal, setelah penguburan di buat yang namanya MATA acara duka, keluarga yang ditinggalkan membuat rumah dari kayu yang jauh dari pemukiman. Selanjutnya makan bersama dan melantunkan pantun-pantun semalam suntuk.

Setelah waktu menunjukan pukul 04.00 atau 05.00 pagi. Rumah kayu tersebut dicincang dengan sebilah parang sampai rata dengan tanah sambil berteriak, menangis sebagai bentuk rasa kehilangan.

Selanjutnya tradisi menolak bala atau biasa disebut Mantambo Uba, hal itu dilakukan ketika hama menyerang tanaman, maka masyarakat Suku Taa Wana akan berdiri di ujung jalan kampung dengan niatan agar hama tersebut menjauh dari perkebunan mereka.

" Beberapa tradisi dan budaya itulah yang sampai saat ini kami jaga, sebagai bentuk eksistensi Masyarakat Adat Suku Taa Wana," ucap Kades Salubiro.

Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Taa Wana Raya, Eldius Dju'u mengatakan, saat ini AMAN sendiri secara Nasional mendorong kepada Pemerintah Pusat, agar dapat mengesahkan RUU tentang perlindungan dan pengakuan Masyarakat Adat.

Hal itu termasuk dalam salah satu maklumat Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) IV pada Oktober 2022 di Jayapura. Kegiatan akbar tersebut membuktikan kebangkitan Masyarakat Adat dalam memperjuangkan hak-haknya.

" Pasal 18 B UUD 1945 mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Eldius.



Samsir
GUBERNUR
Iklan-ADS

close
Banner iklan disini