Sumber foto: AMAN |
Infoselebes.com. Bangkep ekspansi pertambangan batu gamping di Banggai Kepulauan terus menuai penolakan dari warga. Bahkan beberapa desa yang masuk dalam wilayah konsesi pertambangan, menyatakan sikap secara tertulis yang ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi.
Warga pun menuntut agar para pemangku kebijakan tidak mengeluarkan segala bentuk perizinan untuk perusahaan beroperasi di wilayah mereka. Karna akan mengancam ruang hidup warga ketika eksploitasi batu gamping dilakukan.
Imran, Ketua Adat Desa Boyomoute Kecamatan Liang saat menceritakan, bahwa Desa yang ia tinggali berpuluh-puluh tahun mempunyai sejarah panjang hingga membentuk sebuah tatanan ekonomi sosial dan budaya. Yang sampai saat ini secara turun temurun dijaga sebagai bentuk kaarifan lokal.
Diceritakan kembali, misalnya pada saat menanam Ubi Banggai, maka warga saling bergotongroyong dalam pekerjaan tersebut. Begitu pun sebaliknya, tiba waktu masa panen, mereka akan berbondong-bondong untuk panen raya dengan makan bersama, sebagai bentuk rasa syukur.
Menurutnya ini adalah bentuk bagaimana menjaga hubungan sosial dan alam sebagai sandaran hidup.
" Desa Boyomoute ini punya ketentraman, catatan kriminal bahkan tidak ada, karna kami masih menjaga nilai-nilai kesopanan dan adab," katanya. (13/10/2023).
Ketakutan bagi Imran, ketika 88 hektar kawasan konsesi tambang batu gamping yang berada di Desa Boyomoute beroperasi, maka bukan tidak mungkin akan berdampak pada bergesernya susunan sosial dan budaya masyarakat yang selama ini dijaga.
Hal serupa dikatakan, Deslin Yaisa Kalaeng, Tokoh Perempuan Adat Tolobuon Desa Komba-komba yang berupaya melindung Wilayah Adat dari rencana pertambangan batu gamping dengan luas konsesi 86 hektar.
Deslin menilai, praktek-praktek pertambangan skala besar, pembabatan hutan, akan mehilangkan tradisi adat budaya masyarakat lokal. Belum lagi terganggunya mata air. Tentunya ini akan menjadi persoalan sosial kedepannya.
Dia juga khawatir mereka akan kehilangan keragaman hayati. Misalnya punahnya hewan endemik. Bahkan generasi kedepan apakah masih bisa menghirup udara segar atau tidak. Itulah yang menjadi ketakutan terutama perempuan yang melahirkan generasi selanjutnya.
" Banyak contoh kasus dimana ada pertambangan, masyarakat lokal yang berada di lingkar tambang mengeluhkan dampak lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya," tutupnya
Samsir