Infoselebes.com. Morut - Konflik Agraria antara PT Agro Nusa Abadi (ANA) dengan masyarakat yang tergabung dalam Serikat Petani Petasia Timur memasuki babak baru. Verifikasi dan validasi oleh Tim Desa ditolak mentah-mentah oleh para petani.
Bukan tanpa alasan, Serikat Petani menilai bahwa verifikasi dan validasi terkait lahan-lahan mereka, tidak menggunakan asas transparansi dan partisipatif.
Sebelumnya, Pemerintah Desa memediasi konflik antara para petani dengan PT ANA, dengan mengumpulkan data-data terkait legalitas pemilik lahan. Namun dalam proses verifikasi tersebut, terkesan hanya sebelah pihak.
Ambo Enre selaku Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur mengatakan secara tegas menolak hasil dari Tim Desa tersebut.
" Prosesnya tidak melibatkan kami sebagai pemilik lahan, tidak jelas bahkan kabur. Sehingga sangat merugikan kami," ucap Ambo. (4/7/2023)
Dia mengungkapkan, sejak kurun waktu hampir 15 tahun PT ANA beroperasi, lahan mereka dikuasai sepihak tanpa ada kejelasan. Mirisnya lagi proses verifikasi lahan dilakukan, tidak juga melibatkan para petani.
" Ini ada apa," kata Ambo dengan nada kecewa.
Sementara itu, Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, Eva Bande yang intens mendampingi perjuangan Serikat Petani menekankan, agar dalam penyelesaian konflik agraria tersebut tidak main-main.
Mulai dari Pemerintah Desa, Pemda hingga Pemprov, kata Eva, harus bertanggungjawab terhadap proses yang dilakukan, termasuk data-data yang selama ini telah diadukan oleh Serikat Petani bersama FRAS.
" Pusaran konflik Agraria dilingkar PT ANA ini sudah berkepanjangan. Sehingga jangan hanya petani yang terus dikambing hitamkan. Legalitas perusahaan juga perlu dievaluasi," tegas Eva.
Samsir