infoselebes.com, Morut - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation dan Serikat Petani Petasia Timur sikap bentrokan yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah pada Sabtu, 14 Januari 2023 kemarin.
" Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, peristiwa bentrokan antara pekerja tersebut didasari oleh aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pekerja untuk menuntut hak pekerjaan yang dijalankan. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, para pekerja melakukan mogok kerja disebabkan oleh beberapa tuntutan dari pekerja yang tidak dipenuhi secara langsung oleh perusahaan PT GNI," kata Helmy Hidayat Mahendra dari Kontras.
Adapun tuntutan yang disuarakan oleh pekerja terkait dengan permasalahan APD, pemotongan gaji, permasalahan debu dan penerangan, kerusakan alat, tunjangan skill yang dihilangkan, peraturan yang tidak tertulis, tidak adanya mesin penghisap, perbedaan uang lembur, gaji, surat peringatan, peraturan surat peringatan, dan pembagian masker.
" Secara utuh, tuntutan tersebut merupakan hak yang seharusnya didapatkan oleh pekerja, tetapi kami menduga perusahaan lalai dalam hal pemenuhan hak kepada para pekerjanya. Buntut dari mogok kerja yang berimbas pada kerusuhan yang mengakibatkan jatuhnya 1 tenaga kerja Indonesia (TKI) dan 1 tenaga kerja asing (TKA) meninggal," ungkapnya.
Tidak hanya berhenti pada hal tersebut, Serikat Pekerja Nasional (SPN) mencatat bahwa terdapat beberapa permasalahan yang ada dalam tubuh PT GNI antara lain, kesehatan keselamatan kerja (K3) dimana tidak adanya standar operasional K3, tidak memadainya alat pelindung diri, dan sudah banyak pekerja yang meninggal dunia.
Selanjutnya dugaan PT GNI tidak menerima keadaan Serikat Pekerja Nasional, melakukan pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh (Union Busting), melakukan pemotongan tunjangan skill, penerapan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.
" PT GNI diduga tidak mempunyai Peraturan Perusahaan (PP); dan beberapa pekerja/buruh yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja sampai saat ini belum diberikan santunannya," tuturnya.
Sementara itu Noval A Saputra aktivis HAM Sulteng, mengatakan tercatat bahwa kasus jatuhnya korban jiwa dalam perjalanan PT GNI tidak hanya terjadi pada sabtu lalu, terdapat 6 peristiwa lainnya yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa sejak tahun 2020, antara lain, karyawan proyek smelter PT GNI meninggal tertimpa tiang pancang, sepanjang tahun 2020 terdapat 3 pekerja meninggal, operator excavator tertimbun longsor, karyawan tewas terlindas dump truck, karyawan terseret longsor dan dipaksa bekerja tanpa penerangan, dan operator alat berat terjebak api.
" Masifnya peristiwa tersebut membuktikan perusahaan sebesar PT GNI tidak memberikan jaminan perlindungan serta hak atas rasa aman bagi para pekerja," ungkapnya.
Menurut Noval, jatuhnya korban jiwa dalam perjalanan PT GNI, menunjukkan belum adanya evaluasi serta tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan serta pemerintahan terkait dengan banyaknya korban jiwa dalam berjalannya perusahaan tersebut.
" Kami menilai bahwa sejatinya perusahaan harus melakukan evaluasi secara mendalam terkait dengan banyaknya korban jiwa yang jatuh. Selain itu, kami menilai bahwa dalam praktik berjalan PT GNI tidak mengindahkan prinsip dasar tanggung jawab perusahaan dalam pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs)," kata Aktivis yang intens mendampingi Serikat Petani Petasia Timur tersebut.
Selanjutnya dalam UNGPs setidaknya terdapat tiga pilar utama terkait dengan protect, respect, dan remedy. Sehingganya Noval menilai bahwa ketiga pilar tersebut belum dijalankan secara utuh oleh PT GNI. Hal tersebut tercermin dari keberulangan peristiwa kematian buruh/pekerja yang menunjukkan tidak ada itikad perusahaan untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan kerja yang tidak sesuai dengan pilar protect.
" Kami turut menilai bahwa perusahaan seharusnya bertanggung jawab sebagaimana peraturan perundang-undangan pasal 71 UU No 39/1999 Tentang HAM, Pasal 86 UU 13/2013 Tentang Ketenagakerjaan dan pasal 16 dan pasal 18 PP No 50/2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam pilar respect seharusnya perusahaan memiliki peran besar untuk dapat menghargai hak pekerja sebagaimana tertuang dalam beberapa aturan perundang-undangan," tekannya.
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, Kontras, Lokataru Foundation dan Serikat Petani Petasia Timur mendesak:
Pertama : PT Gunbuster Nickel Industri bertanggung jawab secara penuh atas peristiwa kerusuhan yang terjadi. Perusahaan harus memberikan pemulihan (restitusi, rehabilitasi, dan kompensasi) kepada para korban akibat aktivitas perusahaan. Selain itu, perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan baik secara nasional maupun rekomendasi secara internasional untuk dapat menjamin hak-hak para pekerja.
Kedua : Negara atau Kementerian terkait untuk dapat melakukan investigasi secara menyeluruh terkait dengan peristiwa kerusuhan PT GNI, serta mengungkap kepada publik secara transparan. Selain itu, kami mendesak pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi secara mendalam guna mencegah adanya keberulangan peristiwa di kemudian hari, dan melakukan evaluasi terkait dengan sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap perusahaan di Indonesia.
LP : Samsir