Oleh: ADI PRIANTO (Advokat/Penasehat Hukum)
infoselebes.com, Palu - Pelantikaan Jabatan administrator dan pengawas golongan III dan IV 28 April 2022 lingkungn Pemerintah Provinsi oleh Gubernur Sulawesi Tengah memantik polemik, sampai kemudian dibentuk tim investigasi terkait dugaan jual beli jabatan.
Politik birokrasi tidak selalu bersih, organisasi internal Organisasi Perangkat Daerah (OPD) senantiasa tak ideal berdasarkan kebutuhan, tumpang tindih pada dukungan politik praktis zaman Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), menjadi awal benang kusut.
Perangkat hukum formil sedapat mungkin mengurai siapa yang patut dimintai pertanggung jawaban, ranah administrasi maupun tindak pidana.
Lazimnya dalam Pemerintahan, urusan-urusan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Aparat Sipil Negara (ASN) pada lingkungan Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten didelegasikan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
Kewenangan delegatif Baperjakat bersumber pada Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor. 13 Tahun 2002
Sumber dari Undang-Undang sendiri terdiri dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Sekertaris Daerah Pemerintah Provinsi (Sekdaprov) duduk sebagai ketua Baperjakat administrator tingkat provinsi, asisten pemerintahan lingkungan sekertariat Pemprov sebagai ketua Baperjakat pengawas. Kepala Badan Kepegawaian (BKD) melaksanakan fungsi sekertaris, baik Baperjakat pengawas atau administrator.
BKD memiliki fungsi dan tugas pokok mengatur tekhnis dalam tim Baperjakat, alur tekhnis dari hulu dan hilir diatur secara rigit yang telah diatur serta dibagi habis oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000.
Baperjakat secara yuridis bukanlah eksekutor dalam makna mengeluarkan surat keputusan bersifat individual, kongkrit dan mengikat. Kewenangan ini berada pada Gubernur.
Maladministrasi ditemukan jika proses terbitnya beschikking pelantikan Jabatan administrator dan pengawas golongan III dan IV 28 April 2022 pada konsideran mengingat tidak mencantumkan hasil sidang Baperjakat, temuan fakta lain dapat ditelusuri yakni tidak pernah terbit Surat Keputusan dari Gubernur Sulawesi Tengah untuk Baperjakat terkait maksud menghimpun dan mengusulkan pengisian jabatan Golongan III dan IV berdasarkan ruang pangkat dan golongan serta kebutuahn organisasi.
Penggolongan maladministrasi tidak serta merta berdasarkan adanya usulan nama yang bukan berasal dari Baperjakat, diasumsikan melalui desposisi user kepada BKD yang dalam tindakannya bukanlah Baperjakat--dalam konteks peristiwa hukum saat ini.
Fakta yang terlewati oleh banyak orang atas kisruh ini adalah keterlibatan jabatan yang bukan bagian dari Baperjakat, bukan kepala OPD dan juga orang luar dari BKD. Berperan sangat dominan dari seluruh proses dan tahapan terbitnya SK pelantikan.
Adanya peran dan aktor dari luar yang mempengaruhi komposisi orang yang dicantumkan pada SK pelantikan, hal ini berakibat kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum Baperjakat yang memiliki kewenangan delegatif dari Gubernur, unsur-unsur perbuatan pidana kemudian terpenuhi dari jabatan yang melekat pada Baperjakat dan orang di luarnya.
Pintu masuk terwujudnya perbuatan pidana pada peristiwa hukum ini adalah pasal 55 KUHP dengan unsur pasal mereka yang melakukan dalam bentuk materil, orang menyuruh melakukan dan orang yang terlibat kerja sama secara sadar.
Kata kunci dari peristiwa hukum ini adalah adanya penyalahgunaan kewenangan yang tidak mungkin dilakukan satu orang, mengingat jumlah jabatan dan orang yang mengisi sejumlah 361.